“KONSEP SEHAT”
Sebagai
makhluk hidup manusia memiliki kesamaan dengan makhluk hidup lainnya, yakni
lahir, tumbuh, berkembang, mengalami dinamika stabil-labil, sehat-sakit,
normal-abnormal, dan berakhir dengan kematian. Berbeda dengan hewan, manusia
adalah makhluk yang bisa menjadi subjek, dan objek sekaligus, oleh karena itu
manusia selalu tertarik untuk membicarakan, menganalisa dan melakukan hal-hal
yang diperlukan diri sendiri. Sebagian besar ilmu pengetahuan dan teknologi
yang disusun dan dibangun oleh manusia adalah untuk kepentingan diri manusia
itu sendiri, menyangkut kesehatannya, kenyamanannya, kesejahteraannya dan semua
hal yang dipandang dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Meski demikian, banyak
hal yang dilakukan oleh manusia tak jarang justru membuat manusia menjadi
semakin tidak sehat dan tidak nyaman dalam hidupnya. Sehari-hari kita
menggunakan istilah sehat wal afiat untuk
menyebut kondisi kesehatan yang prima, tetapi jika kita merujuk kepada asal
istilah itu yakni “as shihhah wa al
‘afiyah” di situ ada dua dimensi pengertian. Kata “Sehat” merujuk pada
fungsi, sedangkan kata “afiat” merujuk kepada kesesuaian dengan maksud
pencipta.
“DEFINISI DAN KONSEP KESEHATAN
MENTAL”
Kita bukan hanya mengenal kesehatan tubuh, tetapi juga
ada kesehatan mental dan bahkan kesehatan masyarakat. Jika kita menengok bangsa
kita sekarang, nampaknya bangsa ini memang sedang tidak sehat dan tidak afiat.
Akibatnya banyak hal menjadi tidak berfungsi. Sering kita mendengar ungkapan
bahwa orang itu yang penting hatinya, yang penting jiwanya. Dalam perspektif
ini, hakikat manusia adalah jiwanya. Orang gila secara fisik adalah manusia,
tetapi ia sudah tidak diperhitungkan karena jiwanya sakit (tidak berfungsi).
Orang gila tidak menyadari sakitnya, tetapi orang yang mengalami gangguan
kejiwaan, ia menyadari jiwanya sedang terganggu. Orang gila tak bisa berpikir
mengenai dirinya, sedangkan orang yang terganggu kejiwaannya justru selalu
berpikir dan bertanya, mengapa aku begini.
Kesehatan
mental sering disebut juga dengan istilah mental
health dan mental hygiene. Secara
historis, ilmu ini diakui berasal dari kajian psikologi. Usaha para psikolog
yang kemudian menelurkan ilmu baru ini berawal dari keluhan-keluhan masyarakat
sebagai akibat dari munculya gejala-gejala yang menggelisahkan. Fenomena
psikologis ini tampaknya tidak hanya dirasakan oleh individu semata, melainkan
oleh masyarakat luas. Ketika kegelisahan itu masih berada pada taraf ringan,
individu yang terkena masih mampu mengatasinya, namun ketika kegelisahan tersebut
sudah bertaraf besar, maka biasanya si penderita sudah tidak mampu
mengatasinya. Bila kondisi itu dibiarkan, yang terganggu tidak hanya individu
itu saja, melainkan akan mengganggu orang lain di sekitarnya.
Latar belakang munculnya ilmu kesehatan mental ini
sekaligus melahirkan pengertian awal ilmu tersebut. Ilmu kesehatan mental
berkaitan erat dengan terhindarnya seseorang dari gangguan dan penyakit
kejiwaan. Pengertian klasik ini mengandung arti sempit, karena kajian ilmu
kesehtan mental hanya diperuntukkan bagi orang yang mengalami gangguan dan
penyakit jiwa saja. Fenomena ini semakin mendorong para ahli merumuskan
pengertian ilmu kesehatan yang mencakup wilayah kajian lebih luas. Marie
Jahoda, seperti dikutip Yahya Jaya (1994:49), memberikan batasan lebih luas
dari pengertian pertama. Menurutnya kesehatan mental mencakup:
a. Sikap kepribadian yang
baik terhadap diri sendiri; kemampuan mengenali diri dengan baik.
b. Pertumbuhan dan
perkembangan serta perwujudan diri yang baik.
c. Keseimbangan mental, kesatuan pandangan, dan
ketahanan terhadap segala tekanan.
d. Otonomi diri yang
mencakup unsur-unsur pengatur kelakukan diri dalam atau kelakuan-kelakuan bebas.
e. Persepsi mengenai
realitas, terbebas dari penyimpangan kebutuhan serta memiliki empati dan
kepekaan sosial.
f.
Kemampuan menguasai dan berintegrasi dengan lingkungan.
Sementara Goble,
mengutip dari Assagioli mendefinisikan kesehatan mental adalah terwujudnya
integritas kepribadian, keselarasan dengan jati diri, pertumbuhan ke arah
realisasi diri, ke arah hubungan yang sehat dengan orang lain.
Upaya penyempurnaan pengertian kesehatan mental tersebut
terus dilakukan oleh para pakar. Arah penyempurnaannya diarahkan pada
“ketercakupan seluruh potensi manusia yang multi dimensi”. Sebagai pioneernya
di antaranya adalah Zakiah Daradjat (2001:57-77), yang mencoba merumuskan
pengertian kesehatan mental yang mencakup seluruh potensi manusia. Menurutnya,
kesehatan mental adalah bentuk personifikasi iman dan takwa seseorang. Ini
dipahami bahwa semua kriteria kesehatan mental yang dirumuskan harus mengacu
pada nilai-nilai iman dan takwa. Bila kesehatan mental berbicara tentang
integritas kepribadian, realisasi diri, aktualisasi diri, penyesuaian diri dan
pengendalian diri, maka paramaternya harus merujuk pada iman, takwa, akidah,
syariat.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hakikat kesehatan
mental adalah tewujudnya keserasian, keharmonisan, dan integralitas kepribadian
yang mencakup seluruh potensi manusia secara optimal dan wajar. Optimal dan
wajar mengisyaratkan bahwa disadari betapa sulitnya menemukan sosok manusia
yang mencapai tingkat kesehatan mental yang sempurna. Dalam perspektif lain, sebagai sebuah
disiplin ilmu di bidang psikologi, kesehatan mental atau hygieni mental adalah
ilmu yang mempelajari masalah kesehatan mental yang bertujuan untuk mencegah
serta mengobati (menyembuhkan) individu dari gangguan kejiwaan (Kartono dkk,
1989:3). Kesehatan mental memiliki banyak pengertian. Hal ini disebabkan karena
adanya pemaknaan kesehatan mental dilatarbelakangi oleh konsepsi-konsepsi
empirik tertentu yang merupakan bagian dari teori kesehatan mental (Mujib dkk,
2001: 133).
Istilah kesehatan mental diambil dari konsep mental hygiene, kata mental berasal dari bahasa
Yunani yang berari kejiwaan. Kata mental memiliki persamaan makna dengan kata “psyhe” yang berasal dari bahasa Latin
yang berarti psikis atau jiwa. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa mental hygiene berari mental yang sehat
atau kesehatan mental. Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari
keluhan dan gangguan mental baik berupa neurosis maupun psikosis; penyesuaian
diri terhadap lingkungan sosial (Mujib, 2003: 139). Mental yang sehat tidak
akan mudah terganggu oleh stressor (penyebab
terjadinya stress). Orang yang memiliki mental sehat berarti mampu menahan diri
dari tekanan-tekanan yang datang dari dirinya sendiri dan lingkungannya.
Latipun (2005: 43), mengatakan bahwa banyak cara dalam
mendefinisikan kesehatan mental (mental
hygiene) yaitu karena tidak mengalami gangguan mental, tidak jatuh sakit
akibat stressor, sesuai dengan kapasitasnya dan selaras dengan lingkungannya
dan, tumbuh dan berkembang secara positi.
Pertama, sehat
mental karena tidak mengalami gangguan mental. Orang yang sehat mentalnya
adalah orang yang tahan terhadap sakit jiwa atau terbebas dari sakit dan
gangguan jiwa. Vaillaint (dalam Latipun, 2005: 31), mengatakan bahwa kesehatan
mental atau psikologis itu “as the
presence of successfull adjustment or the absence of psychopatology” dan
yang dikemukakan oleh Kazdin yang menyatakan kesehatan mental “as a state in which there is an absence of
dysfunction in psychological, emotional, behavioral, and social spheres”.
Kedua, sehat
mental jika tidak sakit akibat adanya stressor. Notosoedirjo dan Latipun (2005,
34), mengatakan bahwa orang yang sehat mentalnya adalah orang yang dapat
menahan diri untuk tidak jatuh sakit akibat stressor (sumber stress). Seseorang
yang tidak sakit meskipun mengalami tekanan-tekanan maka menurut pengertian ini
adalah orang yang sehat. Pengertian ini sangat menekankan pada kemampuan
individual merespon lingkungannya.
Ketiga, sehat
mental jika sejalan dengan kapasitasnya dan selaras dengan lingkungannya.
Michael dan Kirk Patrick (dalam Notosoedirjo dan Latipun, 2005: 37) memandang
bahwa individu yang sehat mentalnya jika terbebas dari gejala psikiatris dan
individu itu berfungsi secara optimal dalam lingkungan sekitarnya.
Keempat, sehat
mental karena tumbuh dan berkembang secara positif. Frank,L.K (dalam
Notosoedirjo dan Latipun, 2005: 39) merumuskan pengertian kesehatan mental
secara lebih komprehensif dan melihat kesehatan mental secara “positif”. Dia
mengemukakan bahwa kesehatan mental adalah orang yang terus menerus tumbuh,
berkembang dan matang dalam hidupnya, menerima tanggung jawab, menemukan
penyesuaian dalam berpartisipasi dalam memelihara aturan sosial dan tindakan
dalam budayanya.
World Federation for Mental Health merumuskan pengertian
kesehatan mental sebagai berikut:
1. Kesehatan mental
sebagai kondisi yang memungkinkan adanya perkembangan yang optimal baik secara
fisik, intelektual dan emosional, sepanjang hal itu sesuai dengan keadaan orang
lain.
2. Sebuah masyarakat yang
baik adalah masyarakat yang membolehkan perkembangan ini pada anggota
masyarakatnya selain pada saat yang sama menjamin dirinya berkembang toleran
terhadap masyarakat yang lain.
Di balik
keanekaragaman konsep mengenai kesehatan mental, beberapa ahli mengemukakan
semacam orientasi umum dan pola-pola wawasan kesehatan mental. Saparinah Sadli
(dalam Suroso, 2001: 132) mengemukakan tiga orientasi kesehatan mental.
Sumber : Rochman,
Kholil lur. 2010. Kesehatan Mental.
Yogyakarta: Fajar Media Fress
“SEJARAH PERKEMBANGAN
KESEHATAN MENTAL”
Secara umum secara
historis kajian kesehatan mental terbagi dalam dua periode yaitu periode
pra-ilmiah dan periode ilmiah (Langgulung, 1986: 23)
1.
Periode Pra-Ilmiah
Sejak zaman
dulu sikap terhadap gangguan kepribadian atau mental telah muncul dalam konsep
primitif animeisme, ada kepercayaan bahwa dunia diawasi atau dikuasai oleh
roh-roh atau dewa-dewa. Orang primitif percaya bahwa angin yang bertiup, ombak
mengalun, batu berguling, dan pohon tumbuh karena pengaruh roh yang tinggal
dalam benda-benda tersebut. Orang Yunani percaya bahwa gangguan mental terjadi
karena dewa marah dan membawa pergi jiwanya. Untuk menghindari kemarahannya,
maka mereka mengadakan perjamuan pesta (sesaji) dengan mantra dan korban.
Perubahan
sikap terhadap tradisi animisme terjadi pada zaman Hipocrates (460-467). Dia
dan pengikutnya mengembangkan pandangan revolusioner dalam pengobatan, yaitu
dengan menggunakan pendekatan naturalisme, suatu aliran yang berpendapat bahwa
gangguan mental atau fisik itu merupakan akibat dari alam. Dalam perkembangan selanjutnya,
pemdekatan naturalistik ini tidak di pergunakan lagi dari kalangan orang-orang
Kristen. Seorang dokter Perancis, Philipe Pinel (1745-1826) menggunakan
filsafat politik dan sosial untuk memecahkan problem penyakit mental. Dia
terpilih menjadi kepala Rumah Sakit Bicetre di Paris.
2.
Era Ilmiah (Modern)
Perubahan yang
sangat berarti dalam sikap dan era pengobatan gangguan mental, yaitu dari
animisme (irrasional) dan tradisional ke sikap dan cara yang rasional (ilmiah),
terjadi pada saat berkembangnya psikologi abnormal dan psikiatri di Amerika
Serikat yaitu pada tahun 1783. Perkembangan psikologi abnormal dan psikiatri
ini memberikan pengaruh kepada lahirnya mental
hygiene yang berkembang menjadi suatu body
of knowledge berikut gerakan-gerakan yang terorganisir. Perkembangan
kesehatan mental dipengaruhi oleh gagasan, pemikiran dan inspirasi para ahli
dalam hal ini terutama dari dua tokoh perintis yaitu Dorothea Lynde Dix dan
Clifford Whittingham Beers. Kedua orang ini banyak mendedikasikan hidupnya dalam
bidang pencegahan gangguan mental dan pertolongan bagi orang-orang miskin dan
lemah.
Pada Tahun
1909, gerakan kesehatan mental secara formal mulai muncul. Selama dekade
1900-1909 beberapa organisasi kesehatan mental telah didirikan, seperti
American Social Hygiene Assosiation (ASHA) dan American Federation for Sex
Hygiene. Perkembangan gerakan-gerakan di bidang kesehatan mental ini tidak
lepas dari jasa Alifford Whittingham Beers (1876-1943). Bahkan karena
jasa-jasanya itulah, dia dinobatkan sebagai “The Founder of Mental Hygiene Movement”. Beers meyakini bahwa
penyakit atau gangguan mental dapat dicegah atau disembuhkan, selanjutnya dia
merancang suatu program yang bersifat nasional tujuan. Program Beers ini
ternyata mendapatkan respon positif dari kalangan masyarakat. Adolf Mayer
menyarankan untuk menamai gerakan itu dengan nama “Mental Hygiene”. Belum lama setelah buku itu diterbitkan yaitu
pada tahun 1908 sebuah organisasi pertama didirikan dengan nama Connectievt
Society For Mental Hygiene. Satu tahun kemudian tepatnya pada tanggal 19 Februari
1909 didirikan National Commitye Siciety for Mental Hygiene disini Beers
diangkat sebagai sekretaris. Pada tahun 1950 organisasi kesehatan mental terus
bertambah yaitu dengan berdirinya National Association for Mental Health yang
bekerjasama dengan tiga organisasi swadaya masyarakat lainnya, yaitu National
Commitee for Mental Hygiene, National Mental Health Foundation, Psychiatric
Foundation. Gerakan kesehatan mental ini terus berkembang sehingga pada tahun
1075 di Amerika Serikat terdapat lebih dari seribu tempat perkumpulan kesehatan
mental. Di belahan dunia lainnya, gerakan ini dikembangkan melalui World
Federation for Mental Health dan World Health Organization.
Sumber :
Rochman, Kholil lur. 2010. Kesehatan
Mental. Yogyakarta: Fajar Media Fress
“PENDEKATAN KESEHATAN MENTAL”
Pertama,
Orientasi Klasik
Seseorang dianggap
sehat bila ia tidak mempunyai keluhan tertentu seperti ketegangan, rasa lelah,
cemas, rendah diri atau perasaan tidak berguna yang semuanya menimbulkan
perasaan sakit atau rasa tidak sehat, serta mengganggu efisien kegiatan
sehari-hari. Orientasi ini banyak dianut di lingkungan kedokteran.
Kedua, Orientasi penyesuaian diri
Seseorang dianggap
sehat mental bila ia mampu mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan
orang-orang lain serta lingkungan sekitarnya.
Ketiga, Orientasi pengembangan potensi
Seseorang dianggap
mencapai taraf kesehatan jiwa, bila ia mendapat kesempatan untuk mengembangkan
potensialitasnya menuju kedewasaan sehingga ia bisa dihargai oleh orang lain
dan dirinya sendiri.
Sumber :
Rochman, Kholil lur. 2010. Kesehatan
Mental. Yogyakarta: Fajar Media Fress
Tidak ada komentar:
Posting Komentar