Jumat, 15 Maret 2013

Softskill KesMen Tulisan1


“KONSEP SEHAT”

Sebagai makhluk hidup manusia memiliki kesamaan dengan makhluk hidup lainnya, yakni lahir, tumbuh, berkembang, mengalami dinamika stabil-labil, sehat-sakit, normal-abnormal, dan berakhir dengan kematian. Berbeda dengan hewan, manusia adalah makhluk yang bisa menjadi subjek, dan objek sekaligus, oleh karena itu manusia selalu tertarik untuk membicarakan, menganalisa dan melakukan hal-hal yang diperlukan diri sendiri. Sebagian besar ilmu pengetahuan dan teknologi yang disusun dan dibangun oleh manusia adalah untuk kepentingan diri manusia itu sendiri, menyangkut kesehatannya, kenyamanannya, kesejahteraannya dan semua hal yang dipandang dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Meski demikian, banyak hal yang dilakukan oleh manusia tak jarang justru membuat manusia menjadi semakin tidak sehat dan tidak nyaman dalam hidupnya. Sehari-hari kita menggunakan istilah sehat wal afiat untuk menyebut kondisi kesehatan yang prima, tetapi jika kita merujuk kepada asal istilah itu yakni “as shihhah wa al ‘afiyah” di situ ada dua dimensi pengertian. Kata “Sehat” merujuk pada fungsi, sedangkan kata “afiat” merujuk kepada kesesuaian dengan maksud pencipta.

“DEFINISI DAN KONSEP KESEHATAN MENTAL”

            Kita bukan hanya mengenal kesehatan tubuh, tetapi juga ada kesehatan mental dan bahkan kesehatan masyarakat. Jika kita menengok bangsa kita sekarang, nampaknya bangsa ini memang sedang tidak sehat dan tidak afiat. Akibatnya banyak hal menjadi tidak berfungsi. Sering kita mendengar ungkapan bahwa orang itu yang penting hatinya, yang penting jiwanya. Dalam perspektif ini, hakikat manusia adalah jiwanya. Orang gila secara fisik adalah manusia, tetapi ia sudah tidak diperhitungkan karena jiwanya sakit (tidak berfungsi). Orang gila tidak menyadari sakitnya, tetapi orang yang mengalami gangguan kejiwaan, ia menyadari jiwanya sedang terganggu. Orang gila tak bisa berpikir mengenai dirinya, sedangkan orang yang terganggu kejiwaannya justru selalu berpikir dan bertanya, mengapa aku begini.
Kesehatan mental sering disebut juga dengan istilah mental health dan mental hygiene. Secara historis, ilmu ini diakui berasal dari kajian psikologi. Usaha para psikolog yang kemudian menelurkan ilmu baru ini berawal dari keluhan-keluhan masyarakat sebagai akibat dari munculya gejala-gejala yang menggelisahkan. Fenomena psikologis ini tampaknya tidak hanya dirasakan oleh individu semata, melainkan oleh masyarakat luas. Ketika kegelisahan itu masih berada pada taraf ringan, individu yang terkena masih mampu mengatasinya, namun ketika kegelisahan tersebut sudah bertaraf besar, maka biasanya si penderita sudah tidak mampu mengatasinya. Bila kondisi itu dibiarkan, yang terganggu tidak hanya individu itu saja, melainkan akan mengganggu orang lain di sekitarnya.
            Latar belakang munculnya ilmu kesehatan mental ini sekaligus melahirkan pengertian awal ilmu tersebut. Ilmu kesehatan mental berkaitan erat dengan terhindarnya seseorang dari gangguan dan penyakit kejiwaan. Pengertian klasik ini mengandung arti sempit, karena kajian ilmu kesehtan mental hanya diperuntukkan bagi orang yang mengalami gangguan dan penyakit jiwa saja. Fenomena ini semakin mendorong para ahli merumuskan pengertian ilmu kesehatan yang mencakup wilayah kajian lebih luas. Marie Jahoda, seperti dikutip Yahya Jaya (1994:49), memberikan batasan lebih luas dari pengertian pertama. Menurutnya kesehatan mental mencakup:
a.      Sikap kepribadian yang baik terhadap diri sendiri; kemampuan mengenali diri dengan baik.
b.      Pertumbuhan dan perkembangan serta perwujudan diri yang baik.
c.        Keseimbangan mental, kesatuan pandangan, dan ketahanan terhadap segala tekanan.
d.      Otonomi diri yang mencakup unsur-unsur pengatur kelakukan diri dalam atau kelakuan-kelakuan bebas.
e.      Persepsi mengenai realitas, terbebas dari penyimpangan kebutuhan serta memiliki empati dan kepekaan sosial.
f.        Kemampuan menguasai dan berintegrasi dengan lingkungan.
Sementara Goble, mengutip dari Assagioli mendefinisikan kesehatan mental adalah terwujudnya integritas kepribadian, keselarasan dengan jati diri, pertumbuhan ke arah realisasi diri, ke arah hubungan yang sehat dengan orang lain.
            Upaya penyempurnaan pengertian kesehatan mental tersebut terus dilakukan oleh para pakar. Arah penyempurnaannya diarahkan pada “ketercakupan seluruh potensi manusia yang multi dimensi”. Sebagai pioneernya di antaranya adalah Zakiah Daradjat (2001:57-77), yang mencoba merumuskan pengertian kesehatan mental yang mencakup seluruh potensi manusia. Menurutnya, kesehatan mental adalah bentuk personifikasi iman dan takwa seseorang. Ini dipahami bahwa semua kriteria kesehatan mental yang dirumuskan harus mengacu pada nilai-nilai iman dan takwa. Bila kesehatan mental berbicara tentang integritas kepribadian, realisasi diri, aktualisasi diri, penyesuaian diri dan pengendalian diri, maka paramaternya harus merujuk pada iman, takwa, akidah, syariat.
            Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hakikat kesehatan mental adalah tewujudnya keserasian, keharmonisan, dan integralitas kepribadian yang mencakup seluruh potensi manusia secara optimal dan wajar. Optimal dan wajar mengisyaratkan bahwa disadari betapa sulitnya menemukan sosok manusia yang mencapai tingkat kesehatan mental yang sempurna.  Dalam perspektif lain, sebagai sebuah disiplin ilmu di bidang psikologi, kesehatan mental atau hygieni mental adalah ilmu yang mempelajari masalah kesehatan mental yang bertujuan untuk mencegah serta mengobati (menyembuhkan) individu dari gangguan kejiwaan (Kartono dkk, 1989:3). Kesehatan mental memiliki banyak pengertian. Hal ini disebabkan karena adanya pemaknaan kesehatan mental dilatarbelakangi oleh konsepsi-konsepsi empirik tertentu yang merupakan bagian dari teori kesehatan mental (Mujib dkk, 2001: 133).
            Istilah kesehatan mental diambil dari konsep mental hygiene, kata mental berasal dari bahasa Yunani yang berari kejiwaan. Kata mental memiliki persamaan makna dengan kata “psyhe” yang berasal dari bahasa Latin yang berarti psikis atau jiwa. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa mental hygiene berari mental yang sehat atau kesehatan mental. Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari keluhan dan gangguan mental baik berupa neurosis maupun psikosis; penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial (Mujib, 2003: 139). Mental yang sehat tidak akan mudah terganggu oleh stressor (penyebab terjadinya stress). Orang yang memiliki mental sehat berarti mampu menahan diri dari tekanan-tekanan yang datang dari dirinya sendiri dan lingkungannya.
            Latipun (2005: 43), mengatakan bahwa banyak cara dalam mendefinisikan kesehatan mental (mental hygiene) yaitu karena tidak mengalami gangguan mental, tidak jatuh sakit akibat stressor, sesuai dengan kapasitasnya dan selaras dengan lingkungannya dan, tumbuh dan berkembang secara positi.
            Pertama, sehat mental karena tidak mengalami gangguan mental. Orang yang sehat mentalnya adalah orang yang tahan terhadap sakit jiwa atau terbebas dari sakit dan gangguan jiwa. Vaillaint (dalam Latipun, 2005: 31), mengatakan bahwa kesehatan mental atau psikologis itu “as the presence of successfull adjustment or the absence of psychopatology” dan yang dikemukakan oleh Kazdin yang menyatakan kesehatan mental “as a state in which there is an absence of dysfunction in psychological, emotional, behavioral, and social spheres”.
            Kedua, sehat mental jika tidak sakit akibat adanya stressor. Notosoedirjo dan Latipun (2005, 34), mengatakan bahwa orang yang sehat mentalnya adalah orang yang dapat menahan diri untuk tidak jatuh sakit akibat stressor (sumber stress). Seseorang yang tidak sakit meskipun mengalami tekanan-tekanan maka menurut pengertian ini adalah orang yang sehat. Pengertian ini sangat menekankan pada kemampuan individual merespon lingkungannya.
            Ketiga, sehat mental jika sejalan dengan kapasitasnya dan selaras dengan lingkungannya. Michael dan Kirk Patrick (dalam Notosoedirjo dan Latipun, 2005: 37) memandang bahwa individu yang sehat mentalnya jika terbebas dari gejala psikiatris dan individu itu berfungsi secara optimal dalam lingkungan sekitarnya.
            Keempat, sehat mental karena tumbuh dan berkembang secara positif. Frank,L.K (dalam Notosoedirjo dan Latipun, 2005: 39) merumuskan pengertian kesehatan mental secara lebih komprehensif dan melihat kesehatan mental secara “positif”. Dia mengemukakan bahwa kesehatan mental adalah orang yang terus menerus tumbuh, berkembang dan matang dalam hidupnya, menerima tanggung jawab, menemukan penyesuaian dalam berpartisipasi dalam memelihara aturan sosial dan tindakan dalam budayanya.
            World Federation for Mental Health merumuskan pengertian kesehatan mental sebagai berikut:
1.      Kesehatan mental sebagai kondisi yang memungkinkan adanya perkembangan yang optimal baik secara fisik, intelektual dan emosional, sepanjang hal itu sesuai dengan keadaan orang lain.
2.      Sebuah masyarakat yang baik adalah masyarakat yang membolehkan perkembangan ini pada anggota masyarakatnya selain pada saat yang sama menjamin dirinya berkembang toleran terhadap masyarakat yang lain.
Di balik keanekaragaman konsep mengenai kesehatan mental, beberapa ahli mengemukakan semacam orientasi umum dan pola-pola wawasan kesehatan mental. Saparinah Sadli (dalam Suroso, 2001: 132) mengemukakan tiga orientasi kesehatan mental.
 Sumber : Rochman, Kholil lur. 2010. Kesehatan Mental. Yogyakarta: Fajar Media Fress

“SEJARAH PERKEMBANGAN KESEHATAN MENTAL”

         Secara umum secara historis kajian kesehatan mental terbagi dalam dua periode yaitu periode pra-ilmiah dan periode ilmiah (Langgulung, 1986: 23)

1.      Periode Pra-Ilmiah
Sejak zaman dulu sikap terhadap gangguan kepribadian atau mental telah muncul dalam konsep primitif animeisme, ada kepercayaan bahwa dunia diawasi atau dikuasai oleh roh-roh atau dewa-dewa. Orang primitif percaya bahwa angin yang bertiup, ombak mengalun, batu berguling, dan pohon tumbuh karena pengaruh roh yang tinggal dalam benda-benda tersebut. Orang Yunani percaya bahwa gangguan mental terjadi karena dewa marah dan membawa pergi jiwanya. Untuk menghindari kemarahannya, maka mereka mengadakan perjamuan pesta (sesaji) dengan mantra dan korban.
Perubahan sikap terhadap tradisi animisme terjadi pada zaman Hipocrates (460-467). Dia dan pengikutnya mengembangkan pandangan revolusioner dalam pengobatan, yaitu dengan menggunakan pendekatan naturalisme, suatu aliran yang berpendapat bahwa gangguan mental atau fisik itu merupakan akibat dari alam. Dalam perkembangan selanjutnya, pemdekatan naturalistik ini tidak di pergunakan lagi dari kalangan orang-orang Kristen. Seorang dokter Perancis, Philipe Pinel (1745-1826) menggunakan filsafat politik dan sosial untuk memecahkan problem penyakit mental. Dia terpilih menjadi kepala Rumah Sakit Bicetre di Paris.

2.      Era Ilmiah (Modern)
Perubahan yang sangat berarti dalam sikap dan era pengobatan gangguan mental, yaitu dari animisme (irrasional) dan tradisional ke sikap dan cara yang rasional (ilmiah), terjadi pada saat berkembangnya psikologi abnormal dan psikiatri di Amerika Serikat yaitu pada tahun 1783. Perkembangan psikologi abnormal dan psikiatri ini memberikan pengaruh kepada lahirnya mental hygiene yang berkembang menjadi suatu body of knowledge berikut gerakan-gerakan yang terorganisir. Perkembangan kesehatan mental dipengaruhi oleh gagasan, pemikiran dan inspirasi para ahli dalam hal ini terutama dari dua tokoh perintis yaitu Dorothea Lynde Dix dan Clifford Whittingham Beers. Kedua orang ini banyak mendedikasikan hidupnya dalam bidang pencegahan gangguan mental dan pertolongan bagi orang-orang miskin dan lemah.
Pada Tahun 1909, gerakan kesehatan mental secara formal mulai muncul. Selama dekade 1900-1909 beberapa organisasi kesehatan mental telah didirikan, seperti American Social Hygiene Assosiation (ASHA) dan American Federation for Sex Hygiene. Perkembangan gerakan-gerakan di bidang kesehatan mental ini tidak lepas dari jasa Alifford Whittingham Beers (1876-1943). Bahkan karena jasa-jasanya itulah, dia dinobatkan sebagai “The Founder of Mental Hygiene Movement”. Beers meyakini bahwa penyakit atau gangguan mental dapat dicegah atau disembuhkan, selanjutnya dia merancang suatu program yang bersifat nasional tujuan. Program Beers ini ternyata mendapatkan respon positif dari kalangan masyarakat. Adolf Mayer menyarankan untuk menamai gerakan itu dengan nama “Mental Hygiene”. Belum lama setelah buku itu diterbitkan yaitu pada tahun 1908 sebuah organisasi pertama didirikan dengan nama Connectievt Society For Mental Hygiene. Satu tahun kemudian tepatnya pada tanggal 19 Februari 1909 didirikan National Commitye Siciety for Mental Hygiene disini Beers diangkat sebagai sekretaris. Pada tahun 1950 organisasi kesehatan mental terus bertambah yaitu dengan berdirinya National Association for Mental Health yang bekerjasama dengan tiga organisasi swadaya masyarakat lainnya, yaitu National Commitee for Mental Hygiene, National Mental Health Foundation, Psychiatric Foundation. Gerakan kesehatan mental ini terus berkembang sehingga pada tahun 1075 di Amerika Serikat terdapat lebih dari seribu tempat perkumpulan kesehatan mental. Di belahan dunia lainnya, gerakan ini dikembangkan melalui World Federation for Mental Health dan World Health Organization.
Sumber : Rochman, Kholil lur. 2010. Kesehatan Mental. Yogyakarta: Fajar Media Fress

“PENDEKATAN KESEHATAN MENTAL” 

Pertama, Orientasi Klasik
Seseorang dianggap sehat bila ia tidak mempunyai keluhan tertentu seperti ketegangan, rasa lelah, cemas, rendah diri atau perasaan tidak berguna yang semuanya menimbulkan perasaan sakit atau rasa tidak sehat, serta mengganggu efisien kegiatan sehari-hari. Orientasi ini banyak dianut di lingkungan kedokteran.
            Kedua, Orientasi penyesuaian diri
Seseorang dianggap sehat mental bila ia mampu mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan orang-orang lain serta lingkungan sekitarnya.
            Ketiga, Orientasi pengembangan potensi
Seseorang dianggap mencapai taraf kesehatan jiwa, bila ia mendapat kesempatan untuk mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan sehingga ia bisa dihargai oleh orang lain dan dirinya sendiri.
Sumber : Rochman, Kholil lur. 2010. Kesehatan Mental. Yogyakarta: Fajar Media Fress

Tidak ada komentar:

Posting Komentar