Penyesuaian Diri dan Pertumbuhan
Alexander Schneiders, seorang pengarang yang ternama,
menulis: “Kepribadian adalah kunci untuk menyesuaikan diri dan kesehatan
mental. Kepribadian sehat, yang berkembang dan terintegrasi dengan baik
merupakan jaminan untuk penyesuaian diri yang efektif” (Schneiders, 1965:60).
Penyesuaian diri dan kesehatan mental selalu dipengaruhi
oleh macamnya kepribadian yang dimiliki individu. Jadi, cara individu mengenai
masalah-masalahnya ditentukan oleh kepribadiannya. Ia dianggap dapat
menyesuaikan diri jika dapat memecahkan masalah-masalahnya secara normal, dan
sebaliknya dianggap tidak dapat menyesuaikan diri jika ia bereaksi terhadap
tekanan-tekanan dari kehidupan sehari-hari dengan suatu simton khusus.
Hal yang diperhatikan secara khusus oleh para psikolog
dalam penyesuaian diri adalah sejarah kehidupan individu dalam hubungan
antarpribadi dimana mungkin terdapat penyebab-penyebab bagi bermacam-macam
gangguan kepribadian. Faktor-faktor penyebab psikologis itu tidak hanya mencerminkan
suatu dasar kepribadian, tetapi juga mempengaruhi respon individu terhadap
faktor-faktor fisik dan budaya. Misalnya, perubahan kepribadian sesudah luka
kepala mungkin sangat dipengaruhi oleh kepribadian sebelum terjadi luka karena
telah diketahui bahwa luas dan lokasi kerusakan jaringan otak yang sama pada
beberapa orang belum tentu mengakibatkan simton-simton psikologis yang sama.
Faktor-faktor penyebab psikologis biasanya banyak dan beroperasi secara
kompleks dan tumpang tindih. Jarng sekali tingkah laku abnormal atau tingkah
laku yang tidak dapat menyesuaikan diri dapat ditelusuri sampai pada satu
faktor penyebab psikologis saja.
Segi sejarah kehidupan yang sangat penting adalah pola
hubungan antar pribadi individu dan pendekatan yang sangat mudah terhadap
sejarah hubungan antar pribadi itu adalah pendekatan kronologis yang membagi
rentang kehidupan ke dalam tujuh masa (periode) yakni masa bayi, masa awal
kanak-kanak, masa akhir kanak-kanak, masa remaja, masa awal dewasa, masa usia
setengah tua, dan masa usia lanjut. Pembagian yang berdasarkan pendekatan
kronologis ini tidak bermaksud untuk memecahkan kontinuitas sejarah hubungan
antarpribadi karena perubahan-perubahan yang terjadi pada suatu masa tertentu
selalu terjalin dengan seluruh sejarah hubungan antarpribadi. Sudah tentu, usia
kronologis adalah petunjuk yang tidak memadai bagi pematangan individu.
Perkembangan kepribadian mulai sejak lahir dan berjalan
sedikit demi sedikit sampai mati. Bayi hanya memiliki organ-organ kepribadian
yang sangat sederhana. Dia belum sepenuhnya diperlengkapi untuk memenuhi
tuntutan-tuntutan dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun ada potensi-potensi
untuk tumbuh, namun potensi-potensi itu harus dikembangkan supaya ciri-ciri
khas dari ptensi tersebut tampak. Proses ini dikenal sebagai pematangan. Setiap
ciri khas kepribadian tidak hanya dipengaruhi oleh hereditas, melainkan juga
oleh kondisi-kondisi lingkungannya.
Ada kualitas-kualitas yang dapat diketahui sejak awal
kehidupan dan cenderung bertahan terus sehingga para pengamat dapat membuat
ramalan-ramalan tentang sifat orang kemudian. Tetapi harus dipahami juga bahwa
kepribadian tidak diterapkan sekali untuk seterusnya selama tahun-tahun pertama
kehidupan. Keadaan-keadaan kemudian seperti keadaan kesehatan yang buruk,
perubahan-perubahan yang jelas dalam kondisi-kondisi di rumah atau pengalaman
traumatis sangat mempengaruhi kepribadian.
(Sumber:
Semiun, Yustinus.2006.Kesehatan Mental 1.Yogyakarta:
Kanisius)
Pertumbuhan
Personal
Pertumbuhan kepribadian ditingkatkan oleh
banyaknya minat terhadap pekerjaan dan kegemaran. Sulit menyesuaikan
diri dengan baik terhadap tuntutan-tuntutan pekerjaan yang tidak menarik dan
membosankan, dan segera pekerjaan itu menjadi hal yang tidak menyenangkan. Tetapi,
kita memiliki cara tertentu untuk mengubah dan mengganti pekerjaan yang
merangsang minat kita sehingga kita dapat memperoleh kepuasan terus-menerus
dalam pekerjaan.
(Sumber: Semiun, Yustinus.2006.Kesehatan Mental 1.Yogyakarta: Kanisius)
Aspek-Aspek
Pertumbuhan Personal menurut Carl Rogers
1. Keikhlasan kemampuan untuk menyadari perasaan sendiri,
atau menyadari kenyataan
2. Menghormati keterpisahan dari orang lain tanpa
terkecuali, dan
3. Keinginan yang terus menerus untuk memahami atau
berempati terhadap orang lain
(Sumber:
Schultz, Duane. 1991. Psikologi
pertumbuhan. Yogyakarta: Kanisius)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar